Kamis, 08 Desember 2011
*HIPERTENSI DAN STROKE*
Stroke atau "serangan otak" terjadi bila terdapat
bekuan darah atau akibat pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan
gangguan aliran darah pada suatu area di otak dan mengakibatkan
kematian sel otak. Penderita Stroke dapat mengalami gejala kelumpuhan
sebelah badan, gangguan menelan, gangguan memori, gangguan berpikir, dan
gejala lainnya, tergantung pada area otak yang terkena. Pada keadaan
yang fatal, seperti stroke yang mengenai area batang otak, maupun
area yang cukup luas di otak, stroke dapat menyebabkan kematian.
Gejala stroke sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Hipocrates 2400
tahun yang lalu. Saat itu masih sangat sedikit diketahui tentang anatomi
dan fungsi dari otak, penyebab stroke dan bagaimana mengatasinya. Pada
pertengahan 1600 Jacob Wepfer menemukan bahwa gejala stroke yang timbul
tersebut dapat disebabkan oleh adanya perdarahan dan sumbatan di otak.
Seiring berkembangnya ilmu kedokteran, saat ini telah banyak diketahui
patofisiologi dan berbagai faktor risiko Stroke, begitu juga tentang
penatalaksanaan Stroke. Namun perkembangan ilmu tersebut tidak mengubah
banyak kedudukan Stroke sebagai penyebab kematian tiga besar terbanyak
dan penyebab kecacatan utama. Berdasarkan fakta tersebut sudah
selayaknya menempatkan pencegahan primer Stroke sebagai suatu tulang
punggung untuk mengatasi masalah Stroke.
Fakta menunjukkan bahwa 70 % dari semua kejadian stroke setiap tahun
merupakan serangan stroke yang pertama kali. Sebenarnya dengan
mengetahui individu-individu mana yang merupakan stroke prone atau
berisiko tinggi terkena stroke, intervensi pencegahan dapat dilakukan
sedini mungkin sehingga stroke tidak terjadi. Pendekatan tidak hanya
mengidentifikasi faktor risikonya, namun juga risiko vaskular global dan
menangani maupun memodifikasi berbagai faktor risiko ini.
Terdapat dua jenis faktor risiko stroke. Pertama, faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, ras, dan faktor
genetik dan kedua, faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, kegemukan, penyakit
jantung, alkohol, merokok, penyalahgunaan obat, sleep apnea, dan
sebagainya. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama
stroke terpenting. Hipertensi yang tidak terkontrol, tidak hanya
menyebabkan kerusakan organ otak yang berakibat stroke, tetapi juga
mengakibatkan gagal ginjal, gagal jantung, kerusakan vaskular mata
maupun vaskular lainnya. Panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension - INASH)
berdasarkan panduan The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ke 7,
merekomendasikan penurunan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg (atau <
130/80 mmHg pada penderita diabetes). Pada panduan tersebut juga
dijelaskan bahwa pendekatan penatalaksaan hipertensi bukan saja dengan
pendekatan obat-obatan namun juga perubahan pola hidup. seperti olahraga
yang teratur, penurunan berat badan, pengaturan diet termasuk diet
rendah garam dapat mengurangi tekanan darah dan mengurangi kejadian Stroke.
Penggunaan obat-obat antihipertensi sangat dianjurkan bagi penderita
hipertensi, terlebih bila penderita hipertensi tersebut mempunyai
faktor risiko lainnya, seperti diabetes, kegemukan, hiperkolesterol,
maupun sudah terdapat kerusakan organ seperti otak, jantung dan ginjal.
Namun sering terdapat pendapat keliru di masyarakat bahwa mengonsumsi
obat antihipertensi akan menyebabkan ketergantungan. Hal ini menyebabkan
beberapa penderita hipertensi enggan, dan baru mulai mengkonsumsi obat
antihipertensi saat sudah terjadi kerusakan organ. Penderita hipertensi
seringkali lebih takut akan efek samping obat dibandingkan dengan
malapetaka akibat hipertensi itu sendiri. Sehingga tidaklah mengherankan
bila pada lebih dari 20% penderita stroke , baru mengetahui bahwa
dirinya menderita hipertensi saat sudah terkena stroke. Jadi sangatlah
keliru menggunakan kata "ketergantungan". Penggunaan obat-obat
antihipertensi adalah suatu "kebutuhan" dan bukanlah ketergantungan.
Dengan penggunaan obat-obat antihipertensi secara teratur dan sesuai
petunjuk dokter, sudah dapat mengurangi banyak kejadian kerusakan
organ. Fakta menunjukkan penggunaan obat antihipertensif dapat
mengurangi kejadian stroke 35% sampai 44% dan data penelitian lain
menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah hanya 2 mmHg pun sudah
mengurangi 10% risiko kematian akibat stroke dan 7% kematian akibat
serangan jantung. Sehingga bukanlah hanya slogan Palang Merah Indonesia
yang berbunyi "setiap tetes darah anda sangat berharga" namun fakta di
atas menunjukkan bahwa " setiap millimeter tekanan darah anda sangat
berharga".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar